[REVIEW] Totalitas Tanpa Batas Seorang Preman Pensiun


“Saya tahu Kang Bahar ada di surga, tapi saya tahu Kang Bahar pasti kecewa.”

Dok. Imdb.com


Diawali dengan sesi baku hantam, film Preman Pensiun membawa pertanyaan besar. Ada apa, nih? Katanya ini preman udah pada pensiun? Sebelumnya, penonton diajak untuk memanggil ingatan tentang para tokoh yang main dalam versi sinetron. Tidak lupa, muncul potongan adegan sinetron yang menampilkan Kang Bahar dalam rangka mengenang kepergian almarhum. Yang menjadi fokus dalam cerita film ini adalah, “bisnis itu memang bagus, tapi bisnis itu tidak baik,” pesan kang Bahar pada anak buahnya.

Tiga tahun berlalu, para preman mulai menata hidup menjadi lebih baik. Namun, tidak mudah untuk berubah dalam waktu singkat, mereka berjuang dengan pilihan masing-masing, termasuk kegagalan Kang Gobang dalam mengelola bisnis lele. Tidak hanya itu, bisnis kicimpring milik Kang Mus pun berada di ambang kebangkrutan. Jatuh bangun mereka lalui untuk menghindari bisnis haram yang pernah mereka jalani di terminal Cicaheum. Kedatangan Kang Gobang di Cicaheum menghasilkan reuni kecil-kecilan di antara mereka. Rupanya, ada niat terselubung dibalik kemunculan Kang Gobang; ia ingin mencari pengeroyok adik iparnya yang kini terkapar di rumah sakit. Kehadiran anak-anak kang Bahar di Bandung juga ingin menegaskan bahwa kang Bahar masih menjadi pucuk dalam cerita. Beliau masih panutan meskipun telah tiada. Kini, beban untuk menjaga mantan anak buah yang dianggap sebagai keluarga itu ada di pundak Kang Mus.

Saya sangat menikmati tampilan visual film ini. Sebagian besar menggunakan tone yang warm. Selain hasilnya menjadi enak dipandang, tone seperti ini membuat saya kangen versi sinetronnya. Penata musik pun masih menggunakan musik versi sinetron yang menggabungkan rasa tradisional dan modern. Tidak hanya itu, film ini juga masih menggunakan dialog dengan konteks yang sama tapi latar yang berbeda sehingga unsur komedinya dapet banget. Untuk urusan komedi, saya mengacungi jempol. Satu bioskop pecah, apalagi kalo udah muncul sepasangan preman garang Murad dan Pipit. Awalnya saya underestimate dengan film ini karena melihat video promo film yang cringe huhu. Ternyata filmnya digarap dengan bagus, mulai dari penokohan, latar, hingga konflik yang ditawarkan. Tokoh dalam film ini masih berakting sebaik dan senatural mungkin.

Sayangnya, Ubed dan ciloknya nggak ada di film. Begitu pun para pencopet yang nggak kalah lucu dari preman bermuka sangar tapi kalo ngomong datar. Film ini justru menambahkan karakter baru untuk membangun konflik dalam hidup Kang Mus. Ada pula penambahan tokoh yang tiba-tiba dan kurang memiliki kaitan dengan para tokoh di film. Kehadirannya hanya menambah durasi komedi yang untungnya lucu. Ketika cerita berada di tahap pengenalan dan pemunculan konflik, suasana cerita memang seru dan kocak. Ketika konflik mulai memuncak dan berada di klimaks, suasana menegang, ditambah dengan tone video yang menjadi lebih gelap dan suram. Cerita diakhiri dengan plot twist yang menarik dan bikin penonton sadar tentang tanda-tanda yang udah dikasih di tahap pemunculan konflik. Dengan ending tertutup, film ini menyelesaikan konflik dengan aman. Image preman yang garang dan nggak “berperikemanusiaan” diubah total dalam film. Para pensiunan preman ini sangat menjungjung tinggi asas kekeluargaan dan kemanusiaan meskipun sesekali masih kelihatan agak kasar. Terbukti, "bisnis" itu memang bagus, tetapi nyatanya tidak baik, bahkan dapat menghancurkan hubungan kekeluargaan yang sudah dirawat sejak lama.

Komentar

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^com
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajoqq^^com...
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    BalasHapus

Posting Komentar