“Kalau kita semua
tanggungjawab Abah, Abah tanggung jawab siapa?” Euis berlinang air mata.
Hidup nyaman,
finansial stabil, rumah mewah seringkali dianggap sebagai tolok ukur kebahagiaan
seseorang. Narasi ini yang ingin diangkat dalam film. Namun, roda kehidupan
berputar, semua kemewahan itu bisa lenyap dalam sekejap.
sumber: tirto.id |
Keluarga Cemara
terlihat kompak. Emak yang bersifat lemah lembut, sabar dan setia, Abah yang
tanggungjawab dan tegas, Euis sebagai teteh yang berbakat dan penyayang, juga
Cemara, si bungsu yang ceria. Dibalik kemewahan yang mereka miliki, ada satu
hal yang mahal dan tak bisa dibeli oleh mereka; kebersamaan. Abah yang selalu
absen dalam acara-acara penting anaknya membuat ia dibenci. Di hari bahagia
Euis, guncangan dalam keluarga itu terasa seperti mimpi. Rumah yang mereka
tempati bertahun-tahun hanya menyisakan cerita. Mereka terlempar ke sebuah
pinggiran kota Bogor yang asri. Memulai kehidupan baru di rumah yang usang
peninggalan Aki; satu-satunya harta Abah yang tersisa setelah hartanya habis
tak bersisa.
Jatuh bangun keluarga
ini dimulai. Konflik demi konflik hadir sehingga emosi penonton bergejolak. Ada
kalanya cerita menjadi haru, tetapi unsur komedi menyelingi cerita. Unsur
penataan musik dalam film sangat membantu membangun suasana. Apalagi kalo udah
BCL yang nyanyi, nangessss. Kerasa
banget feelnya huhu. Habis nangis, penonton juga dibuat ketawa, salah satunya
oleh Asri Welas yang berperan sebagai Ceu Salmah, tukang kredit yang nyentrik. Dari
film ini, kita paham bahwa ujian hidup tak melulu menyedihkan. “Teh, aku lebih suka di sini daripada di
Jakarta. Kalo di sini, Abah jadi sering ada di rumah. Aku juga jadi sekamar
sama teteh. Kalo di sana, mana pernah kita tidur satu kamar.” Ara seperti pohon
rindang di tengah teriknya cobaan dalam keluarga ini, memberi keteduhan, membawa
angin segar.
sumber: The Jakarta Post |
Widuri Puteri
sebagai Ara mampu mengimbangi akting Nirina (Emak) dan Ringgo (Abah) yang lebih
dulu terjun di dunia peran. Begitu pun Zara JKT48 (Euis), berhasil memerankan
remaja tanggung yang dengan berat hati harus meninggalkan semua yang ia punya
di Jakarta. Alih-alih menjadi sosok ayah yang konyol dan kocak, Ringgo berhasil
memerankan Abah yang tangguh tapi terkadang egois. Peristiwa ini membuat Abah
sadar, bahwa keluarga bukanlah sebuah beban besar yang harus ia pikul
sendirian. Keluarga adalah saling bergandeng tangan, saling menguatkan. Antartokoh
dalam keluarga ini memiliki chemistry yang kuat, bahkan ketika Widi Mulia
muncul sekilas dalam film, saya masih merasa kalau Widuri itu anaknya Nirina
hehe.
Hanya sedikit kekurangan
dalam film yang membuat saya kurang puas, yaitu tata rias babak belur yang
kurang terlihat alami dan beberapa pengambilan gambar yang membuat kepala
pusing. Selebihnya sinematografi dalam film ini cukup baik, meskipun bagi saya
terlihat sederhana. Namun, cukup untuk ukuran sebuah film keluarga. Pemilihan tokoh bawahan dalam film ini juga baik. Tokoh
teman-teman baru Euis di Bogor dihiasi oleh pemeran-pemeran yang tak kalah berbakat. Suasana komedi yang dibangun terasa mengalir secara
natural, sehingga beberapa kali tawa penonton pecah. Adegan dan suasana di kelas VIII membuat saya teringat teman-teman SMP sepuluh tahun yang lalu. Memang,
selalu ada anak konyol di kelas yang membuat kelas menjadi berwarna. Selain
itu, ada juga kisah cinta malu-malu kucing ala anak SMP yang bikin gemas. Film
ini berhasil mengaduk perasaan penonton, kecewa, haru, bahagia, sedih. Film ini
ditutup dengan sebuah pelajaran hidup yang penting, bahwa:
Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga~
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajoqq^^com...
segera di add Whatshapp : +855969190856