[RESENSI NOVEL] Hujan dan Berbagai Keajaiban dalam Rainbow Breeze

Sumber: google.com

Penulis: Kim Danessi
Penerbit: de TEENS
Tahun terbit: April, 2013
Tebal: 218 halaman

Novel Rainbow Breeze mengingatkan saya pada zaman kuliah. Pertukaran pelajar antarnegara bukanlah hal yang asing. Selama empat tahun kuliah, kelas saya menampung empat rombongan mahasiswa asing, dari Korea Selatan dan Tiongkok dengan silih berganti. Tidak seperti kisah Teta dan Kim, kehidupan kampus kami benar-benar biasa saja. Mereka si mahasiswa Korea asyik dengan teman-temannya, begitu pun kami, mahasiswa Indonesia. Sesekali kami berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok. Tidak banyak dari mereka yang meminta pertemuan lebih untuk belajar. Hanya belajar, tidak lebih.  Kehadiran Kim di kampus Teta membuat saya bertanya-tanya, Kim ini mahasiswa apa, ya? Tanpa ada pengenalan, Kim tiba-tiba terlibat pertengkaran dengan mahasiswi penerima beasiswa, Prestasia. Setelah pertengkaran itu, benih-benih cinta tumbuh di antara mereka.
Novel ini memunculkan peristiwa-peristiwa ajaib diluar dugaan saya.  Selain Kim, oppa Korea yang tiba-tiba hadir, ada pula Yun Ji, tokoh antagonis yang mencintai Kim setengah mati. Dengan kekayaannya, Yun Ji mengatur Prestasia alias Teta untuk menjauh dari Kim. Yun Ji adalah mahasiswa yang lagi-lagi saya sebut ajaib, karena di usia semuda itu sudah menjadi pemilik bisnis bimbingan belajar yang disegani bawahannya. Yun Ji adalah satu-satunya tokoh yang konsisten sejak awal. Sementara itu, tokoh-tokoh utama, justru mengalami perubahan yang bertolakbelakang dengan karakter sebelumnya.
Rainbow Breeze menceritakan tentang kehidupan Teta, mahasiswa beasiswa yang berjuang untuk kuliah. Ia mengalami dilema ketika dihadapkan pada pilihan cinta atau uang. Teta yang selalu mengeluh serba kekurangan, akhirnya menjauh sejenak dari Kim. Walaupun dilabeli Korean Teenlit, unsur “Korea” nya tidak terasa, selain karena tokohnya orang Korea. Novel ini dibangun dengan pembukaan, pemunculan konflik, klimaks, konflik menurun, dan penutup dengan aman. Tidak adanya teknik pengaluran flashback membuat novel ini terasa mengalir ketika dibaca.
Penamaan tokoh di dalam novel ini membuat suasana terasa kurang pas. Nama biasanya menjadi identitas si pemilik. Prestasia yang tinggal di Wonosobo, memiliki adik-adik dengan nama yang terdengar asing, seperti Bruno, Wigan, dan Arsy. Rasa Wonosobo yang ingin dihadirkan pun menjadi terasa rancu. Begitu pun dengan Alfredo, fans Teta yang berasal dari Ciamis. Nama “Prestasia” seolah diserap dari kata prestasi. Hal itu cukup menggambarkan keuletan dan kegigihan Teta dalam bidang akademik. Selebihnya, penulis mencoba membangun karakter yang khas dari masing-masing tokoh.
Cerita di dalam novel dibagi menjadi dua belas bagian. Setiap bagian dibubuhkan subjudul dengan kata “hujan”, seperti Secangkir Teh dan Hujan di bagian pertama . Suasana sendu ketika hujan turun menjadi poin utama dalam  Rainbow Breeze. Peristiwa hujan menjadi saksi perjalanan cinta Teta dan Kim. Hujan yang membawa cinta mereka, hujan menjadi saksi pertengkaran mereka, hujan yang menjadi saksi bisu saat Ibu direnggut nyawa, dan hujan yang membawa Kim kembali ke pelukan Teta.
Meskipun konflik di dalam novel ini kurang nendang dan agak kentang, terutama ketika Kim dikabarkan sakit, penulis mengemas cerita dengan gaya bahasa yang menarik. Hal itu juga menutupi kekakuan pada dialog yang sengaja dibuat baku. Dibalik segala kekurangannya, novel ini cukup menarik untuk dibaca. Selamat berkhayal, karena oppa-oppa macem Kim kayaknya nggak ada di dunia nyata haha.

Komentar