sumber: google.com |
Genre: Drama Biografi (Berdasarkan memoir berjudul Brain on Fire: My Month of Madness karya Susannah Cahalan)
Rilis: 14 September 2016 dalam Toronto International Film Festival
Durasi: 95 menit
“MRI?”
Susannah terkejut ketika gejala flu yang diderita
beberapa hari terakhir mengharuskan dirinya menjalani MRI. Hidup Susannah baik-baik saja sebelum ia mendadak kejang dan
harus dilarikan ke rumah sakit. Sejak menit-menit awal, film ini menggambarkan
sosok Susannah: gadis 21 tahun yang energik, berhasil menggapai mimpi untuk
menjadi jurnalis di harian New York Post, dan sekilas kehidupan pribadinya. Stephen,
sang pacar yang seorang musisi. Ada pula orang tua yang keduanya telah menikah
lagi, tetapi masih menjalin komunikasi yang baik. Hal itu terlihat dari
kehadiran mereka pada hari ulang tahun Susannah. Film ini dibuka dengan baik
untuk ukuran cerita yang diangkat dari kisah nyata. Apalagi, perkenalan itu
dilakukan dengan voice over sehingga
karakter Susannah terasa lebih dekat.
Susannah mulai merasakan hal aneh terjadi pada
tubuhnya. Ia seringkali kehilangan konsentrasi, berhalusinasi, merasakan gejala
flu, mual, dan kaku pada tangan kanannya. Belakangan, ia menduga hal itu
terjadi karena serangga kasur yang menggigit pergelangan tangannya sehingga
meninggalkan bekas. Namun, Morgan, rekan kantornya tak melihat tanda bekas
gigitan itu. Merasa kondisi tubuhnya semakin memburuk, Susannah memeriksakan
diri ke dokter. Lagi-lagi, dokter itu juga tak menemukan bekas gigitan serangga di tangan Susannah.
Chloe Moretz berhasil memerankan karaktek Susannah
dengan apik. Ekpresi dan bahasa tubuhnya mengantarkan suasana tegang yang menular
pada penonton. Hal itu juga didukung dengan tata suara yang membangun
ketegangan. Saya sendiri akan panik jika tiba-tiba merasakan gejala aneh,
apalagi berhubungan dengan kejiwaan. Tiba-tiba marah dengan keadaan, merasa tidak bahagia, tidak dicintai, merasa apa yang telah dilakukan adalah sebuah kegagalan yang bisa dicegah sebelumnya.
Sebagai generasi yang tinggal di zaman serba internet,
google selalu mampu menjawab
kegelisahan kita. Tanpa diagnosis dokter, Susannah menyimpulkan dirinya
mengalami bipolar. Puncaknya, ia mengalami mood
swing yang parah ketika sedang bekerja di kantor. Gadis itu tiba-tiba
mengamuk, tetapi tak lama kemudian tertawa bahagia. Richard sebagai atasannya,
meminta Susannah untuk pulang. Sebelumnya, Susannah juga sudah membuat
kekacauan di kantor.
Diangkat dari kisah nyata, saya kira pengalaman
Susannah membuka mata kita untuk tidak terlalu terburu-buru dalam mengambil
keputusan. Apalagi, kesehatan adalah masalah serius yang harus ditangani dengan
tepat. Berkali-kali terdiagnosis skizofrenia oleh beberapa dokter—bahkan ahli—yang
mengaku sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun, orangtua Susannah—Rhona dan Thomas—tidak
menyerah begitu saja. Terlalu pahit menelan kenyataan jika anak mereka satu-satunya
harus dikirim ke rumah sakit jiwa tanpa alasan yang pasti.
Pasalnya, jawaban dokter-dokter yang memeriksa
Susannah tidak ada yang membuat Rhona dan Thomas puas. Berdasarkan pemeriksaan fisik
dan neurologis, Susannah dinyatakan normal. Namun, gejala-gejala yang muncul
mengisyaratkan gadis itu mengalami skizofrenia. Susannah diminta berhenti
pesta, minum-minum, serta meninggalkan narkoba. Padahal, Susannah tidak
memiliki waktu untuk pesta—karena sibuk bekerja—, minum-minum, apalagi
mengonsumi narkoba.
Penolakan Thomas dan Rhona untuk memindahkan Susannah
ke rumah sakit jiwa membuat dr. Khan iba. Ia juga merasa ada yang janggal
dengan kasus Susannah. Maka, ia menemui gurunya untuk membantu menyelesaikan
masalah itu. Adalah dr. Najjar, penyelamat hidup Susannah yang berhasil
menemukan penyebab penyakit langka yang diderita Susannah. Setelah melakukan
berbagai tes dan observasi, Susannah dinyatakan tidak bipolar, psikotik, maupun
skizofrenia. Ia mengalami brain on fire atau
anti-NMDA, sebuah penyakit langka yang membuat otak mengalami peradangan. Singkatnya,
otak Susannah diserang oleh tubuhnya sendiri, sehingga otak tidak dapat
berfungsi dengan baik.
Selain konflik batin Susannah yang tidak bisa menerima
penyakit langkanya, sisi lain yang ditunjukkan adalah perjuangan orang tua
untuk menyembuhkan anaknya. Kita juga tidak bisa melupakan dukungan moral dari
Stephen. Meskipun hanya terus mendukung dan menunggu Susannah, ia berhasil mendorongan
gadis itu untuk terus bersemangat.
Well,
jika sesuatu yang buruk terjadi, itu bukan akhir dari
segalanya. Melalui sosok Rhona yang tegar, sifat optimisnya membuat Thomas
menjadi lebih kuat. Poin penting yang ingin disampaikan dalam film ini adalah:
sebagai pasien, kita harus jeli dan bersabar. Seperti kata Rhona, “Jika orang ini tidak memiliki jawabannya, kita
akan pergi ke pria berikutnya atau wanita berikutnya hingga kita menemukan
jawabannya.”[]
watch32 - The acting was amazing from Chloë Grace Moretz , I thought she was vary believable in her role. The movie itself was inspiring. It was one of those movies you watch, and it felt like your life has been changed in some way. Chloë has been proving herself the be one of the best, and I believe some day she will win an Oscar.
BalasHapusSee more:
all money in the world putlockers
the end of the f * ing world 123movies
watch the last kingdom online free
planet earth 2 putlockers