Tahukah kau ini bukan saat yang tepat? Tapi, kau tahu apa yang kutulis
sebagai tiga sumber penyelidikan? Semangat, kegigihan, dan kejujuran—Gi Jun.
Sumber: Wikipedia |
Penat dengan kehidupan asrama
akademi polisi, Gi Jun dan Hee Yeol memutuskan pergi ke klub untuk mencari pacar.
Keduanya
bertemu secara tak sengaja dua tahun lalu, ketika mereka menjalankan latihan
mendaki gunung Buphwa. Hee Yeol yang tiba-tiba terjatuh hingga kakinya
terkilir, meminta tolong kepada Gi Jun untuk menggendongnya hingga turun dari
gunung. Perdebatan sempat muncul sebelum Hee Yeol menjanjikan akan mentraktir
Gi Jun daging steak dengan rasa yang
sempurna. Persahabatan mereka terjalin dengan baik, bahkan ketika keduanya
tertarik pada satu perempuan yang sama. Perempuan berjaket pink itu melintas di
hadapan Gi Jun dan Hee Yeol yang frustasi setelah gagal berkencan. Ketika Gi
Jun dan Hee Yeol sibuk memperebutkan gadis berjaket pink itu, sebuah van muncul
dari belakang si gadis. Dari dalam van, seorang lelaki memukul kepala si gadis
dengan sempurna lantas mengangkat perempuan itu ke dalam mobil. Menyadari ada
yang tak beres, Gi Jun dan Hee Yeol berlari mengejar van tersebut. Dengan ilmu
kepolisian yang seadanya, mereka menyelidiki penculikan itu secara amatir.
Dirilis pada tanggal 9 Agustus 2017,
film bergenre thriller-comedy ini meraup 4 juta penonton. Bahkan, di hari
kelima penayangannya, film ini sudah mencuri perhatian 1,9 juta penonton. Film besutan sutradara Kim Jo Hwan ini
ditaburi dengan aktor-aktor yang tidak lagi diragukan kualitas aktingnya
seperti Park Seo Joon, Kang Ha Neul, dan Sung Dong Il. Berkat film ini, Park
Seo Joon didaulat menjadi nomine Best New
Actor dalam ajang 26 Buil Film Awards
dan 1st Seoul Awards. Dalam
54th Grand Bell Awards,
Park Seo Joon memenangkan penghargaan kategori Best New Actor. Kim Jo Hwan sebagai sutradara pun masuk ke dalam
nomine kategori Best New Director dalam
ajang 54th Grand Bell Awards.
Masuknya Midnight Runners sebagai Top 10 Films dalam ajang 37th Korean Association of Film Critics Awards menambah panjang daftar
prestasi yang ditorehkan.
Dengan durasi 109 menit, film ini
mengemas kegelisahan tentang nasib perempuan dengan apik. Hee Yeol si murid
pintar menjadi partner yang cocok
bagi Gi Jun yang memiliki kegigihan, rasa empati, dan daya juang yang tinggi.
Sejak durasi awal, saya kira, isu gender sudah menjadi pertanda masalah yang
diangkat di dalam film. Gi Jun yang dibesarkan oleh seorang ibu single parent memiliki kepribadian yang
lebih hangat dibanding dengan Hee Yeol yang diantar oleh seorang ayah.
Upaya penyetaraan kedudukan
perempuan digambarkan melalui tokoh Lee Jo Hee, senior yang ditakuti oleh
junior laki-laki, bahkan diberi julukan Medusa; wanita berkepala ular dalam
mitologi Yunani kuno. Ditilik dari mitologi, Medusa adalah seorang pendeta
wanita di kuil milik Athena. Kemarahan Athena meledak karena Medusa diperkosa
oleh Poseidon di kuil miliknya. Akhirnya Athena mengutuk Medusa: setiap orang
yang dilihatnya akan menjadi batu. Well, pemikiran
tradisional tentang laki-laki yang lebih berkuasa memang ada sejak
berabad-abad, bermilyar-milyar, dan antah-berantah tahun yang lalu.
Selebihnya, tokoh-tokoh digambarkan
lemah, diposisikan sebagai manusia kelas dua, bahkan diperjualbelikan. Film ini dialiri dengan feminisme radikal
yang menganggap penindasan perempuan terjadi karena faktor biologis (Tong,
dalam Geneologi Feminis karya Anwar,
2009). Gi Jun dan Hee Yeol sempat menemukan sebuah salon untuk membersihkan
kotoran telinga dengan layanan “plus plus” yang diberikan oleh wanita cantik
dan seksi. Perempuan dan tubuhnya seringkali menjadi bahan eksploitasi dan
korban kekerasan. Gadis berjaket pink yang
belakang diketahui bernama Yun Jung pun terpaksa bekerja di tempat itu untuk
lari dari siksaan fisik ayah tirinya. Untuk menguatkan hal itu, film ini juga
menjadikan laki-laki bertubuh gempal sebagai pengelola “salon plus plus”
tersebut. Lalu kemanakah di gadis berjaket pink itu?
Gi Jun dan Hee Yeol menemukan fakta
mengerikan tentang organisasi perdagangan manusia. Para perempuan diculik untuk
diambil sel telurnya, dengan kata lain, organisasi itu melakukan peternakan sel
telur. Jika kondisinya memburuk, perempuan-perempuan itu dibunuh untuk diambil
organ dalamnya. Bahkan kejahatan itu
tergorganisasi dengan baik dengan sebuah klinik kandungan. Satu sel telur dihargai 1 milyar. WOW! Organisasi tersebut menjadi
perempuan yang depresi dan penuh masalah sebagai target. Dengan begitu, tidak
ada yang menyadari kehilangan mereka.
Untuk menyelamatkan Yun Jung, Gi Jun
dan Hee Yeol melalui satu malam itu hingga babak belur. Keduanya tidak bisa
menunggu penyelidikan yang akan dilakukan oleh Unit Investigasi Khusus.
Alih-alih meninggalkan gadis berjaket pink begitu saja, keduanya berlatih
dengan giat dan kembali menyelamatkan Yun Jung dan korban lainnya. Untuk ukuran
film thriller, film ini cukup menguras adrenalin. Karena bersentuhan dengan
preman, adegan action yang dihadirkan pun cukup menegangkan. Tempo
ketegangannya cukup stabil, tidak melulu deg-degan karena diselingi oleh
kedodolan hakiki Gi Jun dan Hee Yeol yang menjadi angin segar di antara
pengapnya kasus perdagangan manusia. Sesekali saya juga tertawa dengan tingkah
mereka meskipun suasana sedang genting. Wajar lah ya, namanya juga polisi
amatir xD
Sumber: Google.com |
Yang
ingin saya tanyakan meskipun sudah menjadi rahasia umum: kenapa aktor utama
selalu menang meskipun dikepung banyak orang?
Komentar
Posting Komentar