“Piano Tengah Malam”*
Oleh: Ismi Aliyah

“Sudah kubilang, kita tak perlu melanjutkan ini! Besok kan masih bisa!” Paula mendengus sebal. Dia menebas ilalang yang tumbuh sembarangan di tempat parkir.

“Oh, ayolah! Aku tak bisa meninggalkan biolaku di sana. Aku takut ada yang mencuri.” desah Agatha. Sementara itu Henry dan Kate saling berpegangan. Tangan mereka gemetar.

Satu jam sebelumnya, mereka berbenah memasukkan alat musik ke dalam tas masing-masing. Satu persatu tim orkestra sekolah pulang karena hari mulai larut. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Paula bergegas menuju toilet. Di sana, ia bertemu dengan Kate yang sedang memainkan keran. Ia berdiri menghadap cermin dan memasang wajah murung. Rambutnya dibiarkan menjuntai menutupi sebagian wajahnya. Gadis itu menunduk, menatap tangannya yang sedang membasuh air ke atas keran dengan perlahan.

“Kau kenapa, Kate? Masih sebal karena coach menyalahkanmu?” teriak Paula dari dalam bilik toilet.

Tidak ada jawaban. Pertanyaan Paula dijawab oleh suara keran yang menyala di bilik sebelah kanannya.

“Kate, kau tak perlu khawatir, besok kita akan tampil memukau.” lanjut Paula sambil membasuh tangannya. “Dia hanya ingin membuat kita semangat. Tak usah berkecil hati, Kate.” tambah Paula. Kemudian Paula mengeluarkan lipbalm dari saku celananya.

Sambil merapikan lipbalmnya dengan ibu jari, Paula berkata, “Kate? Kau masih di dalam?”

Hening. Hanya terdengar tetes air dari keran yang belum tertutup rapat. Paula melirik bilik pintu toliet yang berada di sampingnya. “rusak?” Paula mengernyitkan dahi.

Gadis itu segera memasukkan lipbalm-nya ke dalam saku celana dan meraba kertas yang menempel di bilik pintu. Paula mengetuk pintu perlahan untuk memastikan bahwa Kate berada di dalam. Tidak ada sahutan. Jantung Paula berdebar. Ia kembali mengetuk pintu, tetapi ia hanya mendengar suara air dari keran.

“Paula! Apa yang sedang kau lakukan?”

Paula terlonjak. Nyaris saja jantungnya melompat ke tanah. “Astaga! Kate?” pekiknya kaget.
Kate berdecak kesal. Ia segera menarik tangan Paula dan menggiringnya keluar dari toilet. “Kau mau pulang jam berapa, hm? Ini sudah tengah malam. Kau malah berlama-lama di toilet.”

“Kate—kau—kau—tidak di sana?” Paula kebingungan. Sementara itu Kate terus menggiring tubuh Paula ke luar auditorium.

“Astaga! Aku menunggumu di bangku penonton sejak kau pergi ke toilet.”

Paula berusaha tenang meski pun jantungnya semakin berdebar dengan kencang. Paula dan Kate meninggalkan auditorium. Sementara itu Henry dan Agatha telah menunggu di parkiran. Setelah berlatih seharian, mereka meninggalkan gedung pertunjukkan. Namun di tengah perjalanan, Agatha menyadari bahwa biolanya tertinggal di gedung pertunjukkan. Akhirnya mereka memutar balik mobil setelah membujuk Paula setengah mati.

Mobil mereka kembali menepi di depan gerbang. Henry turun dari mobil dan meminta penjaga gedung membukakan pintu gerbang. Ia mengetuk kaca pos penjaga, tetapi bapak tua itu tak membalikkan badan. Henry menghampiri Agatha dengan kesal. “Aku tak tahu sejak kapan dia tak bisa mendengar. Coba telepon, Kate!”

Kate memberikan ponselnya. Henry memegang kap mobil untuk menahan tubuhnya lalu menempelkan ponsel ke telinga dan telepon tersambung. “Sir, jangan hanya berdiam di situ. Tolong bukakan gerbangnya. Kami mau masuk. Biola kami tertinggal. Ayolah! Ini sudah tengah malam!”

“Apa yang kau bicarakan? Aku sedang membeli makanan di perempatan.”

Henry membalikkan badan dan terlonjak. “Oh.... begitu? Baiklah, aku menunggumu membukakan gerbang ya.” Henry mempercepat langkahnya untuk masuk ke dalam mobil.

Henry melihat penjaga gedung keluar dari pos dan menghampiri mobil mereka. Jantung Henry bergedup tak karuan. Ia mengirim pesan singkat pada penjaga pos untuk memastikan keberadaannya.
 “Halo, maaf tadi aku mengantuk.” dia mengetuk kaca mobil dan menyapa.

Henry mengeluarkan keringat dingin. “Aku ingin tidur ya. Mengantuk.” Henry berkata lalu memejamkan mata rapat-rapat. Ia mencengkram tangan Kate erat-erat.  Rasanya ia ingin berlari saat itu juga. Tapi hari sudah tengah malam, taksi pun agak sulit ditemukan karena gedung itu berada jauh dari keramaian.

“Kau ingin tidur karena mengantuk atau karena memang sudah tahu?” penjaga gedung itu mengekeh. Henry semakin panik.

“Baiklah. Aku pergi dulu mengambil kunci ya?” akhirnya dia meninggalkan mobil dan masuk ke dalam pos.

Kate menepis tangan Henry yang mencengkram tangannya dengan erat. “Kau kenapa?”

Henry menunjukkan pesan singkatnya pada Kate. Lalu keduanya menatap pos penjaga dan melihat si penjaga gedung tak berada di sana. Seketika tubuh Kate gemetar. Dari spion, Agatha melihat penjaga gedung berlari sambil membawa keresek makanan. Agatha sempat mengernyitkan dahi ketika menyadari pak penjaga gedung datang dari belakang. Padahal tadi ia meninggalkan mobil menuju pos yang ada di depan mobil mereka.

Penjaga itu pun membukakan gerbang. “Kenapa biolanya bisa tertinggal?”

“Lupa.” jawab Agatha singkat.

Setelah mobil mereka masuk, Henry menceritakan kejadian yang baru ia alami. Suasana berubah menegang. Paula ikut-ikutan menceritakan kejadiannya di toilet, suasana semakin tegang. Namun Agatha bersikeras mengambil biolanya yang ada di auditorium. Mereka turun dari mobil sambil membawa senter karena lampu utama sudah dimatikan. Sebelum menaiki puluhan anak tangga menuju auditorium, Henry kembali resah. “Kau yakin akan masuk?” ia menyorotkan senter ke arah anak tangga.

“Kumohon. Aku tidak mau kehilangan biolaku.” kata Agatha. Meski begitu, keempatnya masih memaku di tempat. Suasana gedung benar-benar tak menyenangkan. Tiba-tiba mereka mendengar alunan piano yang merdu. Mereka saling berpandangan lalu menelan ludah. []


*Diikutsertakan dalam #NulisHoror @TakutItuNyata



Komentar

  1. Ismiii ... aku suka sih ceritanya, meski rada-rada ngeri. Penakut. Tapi aku rasa horornya masih kurang dikit lagi. Jadi gini, pas baca lagi mau mulai mucak horornya tiba-tiba selesai, udah gitu aja. Jadi kesannya nanggung. But, good luck for you!

    BalasHapus
  2. Ini cerita horor pertama yang aku bikin mbak Faj hehehe. Horornya kurang merinding ya xD Makasih udah baca :D

    BalasHapus
  3. Wah terima kasih udah baca ya, Mr Aneh xD

    BalasHapus

Posting Komentar