Untitled

Bagaimana caranya untuk membujuk hatiku agar berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan waktu yang berjalan begitu singkat, melesat tanpa permisi. Yang mereka tahu, satu hari terdiri dari dua puluh empat jam, tanpa mereka tahu aku berharap dua, tiga, empat, bahkan lima kali lipat lebih panjang. Maka kau bisa menghabiskan waktumu hanya untuk sekedar bercengkrama denganku. Duduk berdampingan di bangku taman. Menghirup udara sore yang segar, memanjakan mata dengan pemandangan langit yang indah. 

Di pagi hari kau terbangun. Memulai aktifitasmu dengan membuka laptop, yang didalamnya terdapat segudang pekerjaan yang harus diselesaikan. Bukan satu atau dua jam waktu yang harus kau habiskan. Barangkali berbulan-bulan, atau selesai tahun depan. Selanjutnya kau bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri, mematut diri di depan cermin, dan bersitatap dengan mata yang menatapmu dengan lelah. Tetapi tekadmu tak pernah kalah. Kau bergegas pergi, mencari ilmu hingga siang menjelang. Ah. Kau bahkan lupa mengantarkan sesuap nasi ke dalam perutmu, yang mungkin saja sudah meronta sejak malam, tetapi kau terlampau sibuk. Lagi-lagi waktu terlalu sempit. Sudah kubilang aku membutuhkan waktu lebih.


Kemudian kau dihadapakan dengan urusan lain, yang lagi-lagi menyita waktumu hingga seperempat hari. Langit pun telah berganti menjadi gelap tanpa kau sadari. Begitu seterusnya. Berhari-hari, berbulan-bulan. Dengan begitu, kau mengajarkanku betapa berharganya sebuah pertemuan. Entah itu hanya lima menit. Dua menit. Satu menit. Kau pun mengajarkanku betapa beratnya berjumpa dengan perpisahan. Karena esok kau harus kembali pada aktifitasmu, dan aku kembali menunggu.

Komentar