Sejak Dua Puluh Satu Hari yang Lalu



                Sejak dua puluh satu hari yang lalu. Ada yang berubah dalam hidupku, bukan jarum detik yang bergerak lebih lamban, bukan pula hari yang berganti terlalu cepat. Sejak dua puluh satu hari yang lalu, telah kukembalikan senyum yang pernah kau pinjamkan, kukembalikan hangatnya pelukan, tetapi maaf— saat itu pelukanmusudah tak hangat lagi. Kukembalikan kenangan yang sempat kau titipkan. Sejenak. Tidak lama-lama. Maka aku harus segera mengembalikan semuanya, termasuk sepotong saputangan berwarna biru yang sempat kau titipkan.

Sejak dua puluh satu hari yang lalu, stasiun tak lagi menarik bagiku. Bangku karatan tempat aku dan kamu duduk tak lagi terasa nyaman, lengkingan peluit tak lagi menyebalkan. Padahal, waktu itu aku seringkali kesal dibuatnya karena peluit itu memaksaku meninggalkanmu sendirian. Oh tidak, maksudku berdua dengan kesetiaan.

Jalur pulang yang kita tempuh berbeda. Aku menghela napas ketika menjauh meninggalkan stasiun, berharap masih ada esok, masih ada senyum yang selalu menungguku selepas pulang kerja. Tapi percayalah, sejak dua puluh satu hari yang lalu, aku membujuk hatiku untuk berhenti mengharapkan senyuman itu lagi. Sayangnya hatiku terlalu bebal, terlalu sulit bagiku untuk merelakanmu yang datang dan pergi tanpa permisi, meninggalkan sepotong saputangan bersama kenangan.

Komentar