“Penukar Kenangan”




Sore ini angin bertiup lembut, sangat lembut. Bahkan dedaunan bergoyang dengan lemah gemulai menikmati setiap sentuhan angin yang melintas begitu saja. Aku menatap langit. Gumpalan awan tipis terlihat begitu rapi. Selama beberapa detik kulewati hanya untuk menikmati betapa indahnya sepasang burung terbang beriringan diatas langit. Lalu aku tersenyum lantas menatap secarik kertas yang ada digenggaman tanganku.
Ah! Lama sekali, pikirku. Sejak satu jam yang lalu aku termangu diantara orang-orang yang berseliweran di taman ini. Iya seperti biasa, aku dan kamu bertemu dan menghabiskan waktu untuk berbincang ditepi kolam sambil melihat air yang beriak-riak. Detik berikutnya seekor ikan akan muncul ke permukaan dan saat itulah aku akan memekik kegirangan lantas kamu tersenyum.
Waktu terasa begitu lama. Lebih lama dari berdiri diantrian ke seratus ketika memeriksakan mataku tempo hari. Lama-lama aku mulai jengah. Menunggu itu membosankan ya?
Bahkan langit semakin meredup. Aku tak lagi melihat burung-burung melintas diatas kepalaku. Ikan-ikan tak lagi mengibaskan ekornya sambil melompat ke permukaan. Namun angin semakin kencang berembus menerbangkan rambutku yang dibiarkan terurai panjang.
Tangan kananku menyisipkan rambut yang terbang ke telinga. Kubuka lagi secarik kertas yang kulipat menjadi empat. Lalu kubaca lagi beberapa bait puisi yang akan kutukar hari ini.
aroma kenangan begitu kuat menyesap ingatan
terhirup hingga rongga dada mengembang
sesak
hari ini tak lagi sama seperti kemarin
esok?
siapa yang tahu?
                dan hujan kali ini membawa kisah lain
                “Hey, sudah lama menunggu?”
                Aku mengalihkan pandangan pada sosok jangkung yang kini berdiri didepanku. Kamu tersenyum. Senyummu bagai gelombang yang merambat kemudian memaksa bibirku untuk menyunggingkan seulas senyum juga.
                “Tidak. Ini kan baru jam lima sore,” Jawabku sambil melihat jam tangan. “... di jam tanganmu.” tambahku.
                Kamu tersenyum lagi. Kali ini sudut bibirmu agak menurun. “Tadi ada urusan dulu sebentar.” Katamu lantas duduk bersila dihadapanku.
                Aku menghela napas lantas memandang wajahnya dua detik, “tidak apa-apa.”
                “Jadi, apa yang kamu bawa hari ini?” aku melanjutkan.
                “Tidak banyak.” Kamu mengeluarkan secarik kertas dari dalam tas dan menyodorkannya kepadaku. “hanya sepenggal kisah yang ingin kutitipkan kepadamu.” Kamu menatap mataku dan tersenyum lagi.
                Aku tak habis pikir. Bagaimana bisa orang yang ada dihadapanku ini begitu manis. Jangan bunuh aku dengan tatapan matamu!
***
                Pada sepertiga malam aku terbangun. Kertas yang baru saja kuterima sore tadi masih tergeletak bersama tumpukan tugas diatas meja. Aku bergerak menuju meja dan duduk dihadapan lampu duduk yang dibiarkan menyala sepanjang malam. Tanganku perlahan membuka lipatan kertas.
                Bau aroma parfummu tercium begitu keras dari kertas. Aku juga mulai mengenal tulisanmu yang rapi, yang dulu kukira itu tulisan perempuan. 
                Kulipat lagi kertas tersebut dan menyimpannya didalam laci.
                Selanjutnya aku berpikir. Sampai kapan kita akan bertukar kenangan? Ya, saling bertukar masa lalu, saling bertukar kisah, tanpa memulai cerita. Mungkin sampai kita benar-benar paham tentang apa yang kita inginkan.
               
                

Komentar